Kain Tenun Songket Sukerare Lombok
WISATA LOMBOK – Desa Sukerare merupakan desa penghasil kerajinan tenun songket Lombok yang terkenal. Lokasinya berada di luar jalur jalan negara, Kecamatan Jonggot, Lombok Tengah. Perjalanan menuju desa ini dapat ditempuh menggunakan angkutan umum dari Bertais ke Praya dan turun ketika menjelang sampai di Puyung. Kemudian dapat dilanjutkan dengan memakai jasa ojek menuju Sukarara.
Desa ini berjarak sekitar 25 km dari kota Mataram. Disarankan, bila berkunjung ke desa ini sebaiknya menggunakan kendaraan pribadi atau sewaan, mengingat angkutan umum yang jarang untuk ditemui.
Seperti dikenal sebelumnya bahwa Sukarara adalah sentra penghasil songket terbesar di Lombok. Hal ini sudah menjadi bagian dari komoditi hingga merambah pasaran luar negeri. Tenun songket merupakan kain tenun yang dibuat dengan teknik menambah benang pakan dengan hiasan-hiasan dari benang sintetis berwarna emas, perak, dan warna lainnya. Hiasan itu disisipkan di antara benang lusi. Terkadang hiasan dapat berupa manik-manik, kerang, maupun uang logam.
Setibanya di Sukarara, maka pengunjung akan langsung disambut oleh kaum perempuan berpakaian adat Sasak. Mereka dengan sigap mendemonstrasikan keterampilan mereka dalam menenun. Beberapa toko biasanya menyuguhkan tontonan teknik-teknik menenun kain songket, hal tersebut dapat langsung dilihat oleh para pengunjung. Teknik-teknik tersebut merupakan teknik tradisional sederhana yang masih dilakukan oleh pengrajin, yakni mulai dari mengolah benang (menggunakan pemberat yang diputar-putar dengan jari-jari tangan, pemberat tersebut berbentuk seperti gasing terbuat dari kayu), hingga menjadi selembar kain yang berwarna warni. Pengunjung yang berminat pun dapat turut serta mencoba menenun seperti perempuan-perempuan sasak itu.
Kain Songket Sukerare ini dipakai sebagai bagian dari pakaian tradisional suku Sasak yang bernama Baju Lambung (baju wanita), baju adat khas Lombok dengan motif hitam polos dengan variasi bawahan yang beragam, biasanya berbentuk selendang, ikat pinggang atau aksesoris lainnya. Sedangkan untuk yang pria biasanya menggunakan songket sebagai bawahan (pasangan baju adat Tegodek Nongkeq) yang diatur sedemikian rupa sehingga indah dipandang. dan Lihat saja gambar dibawah ini, cantik banget kan kalau baju Lambung dipadukan dengan Kain Songket ini??
Songket Sukerare rata-rata dikerjakan di rumah (home industry). Hampir setiap rumah memiliki alat tenunnya sendiri. Namun, profesi penenun hanya dilakoni oleh kaum perempuannya saja, sedangkan para pria bekerja sebagai petani di sawah. Ada tradisi unik terkait songket ini, kaum perempuan yang ingin menikah diwajibkan untuk memberikan kain tenun buatannya sendiri kepada pasangan. Apabila belum mampu membuat tenun songket, maka perempuan tersebut belum boleh menikah. Namun, bila nekat ingin menikah juga, maka perempuan tersebut akan dikenakan denda. Denda dapat berupa uang maupun hasil panen padi.
Motif-motif songket di Sukerare yang ditawarkan pun sangat beragam, antara lain motif ayam, motif kembang delapan, motif kembang empat, motif begambar tokek yang merupakan simbol keberuntungan, motif pakerot yang berbentuk horizontal, motif trudak yang berwarna violet, dan masih banyak lagi. Masing-masing motif memiliki maknanya sendiri-sendiri.
Untuk menenun satu kain Songket diperlukan minimal satu minggu untuk motif yang sederhana. Semakin rumit motifnya semakin lama waktu yang diperlukan, bisa sampai berbulan-bulan. Satu kain ini dijual mulai dari harga 300an ribu sampai 2 jutaan. Cukup mahal memang, namun mengingat bahan, motif, dan waktu pengerjaannya, harganya cukup masuk akal. Ada ukuran mulai dari anak-anak sampai dewasa.
Desa Sukarara juga memproduksi tenun ikat. Bahan tenun ikat sangat sederhana yakni terbuat dari bahan katun. Waktu produksi tidak membutuhkan waktu yang lama, cukup satu hari penenun dapat menyelesaikan tenun ikat sepanjang 3 meter. Harga tenun ikat pun bervariasi tergantung bahan pewarna kainnya, apabila terbuat dari pewarna kimia maka dibanderol dari harga Rp.100.000-an, sedangkan kain yang terbuat dari pewarna alami maka harga dipatok dikisaran Rp.150.000-an.
Untuk harga tenun songketnya pun bervariasi sesuai dengan ukuran, tingkat kesulitan, dan bahan baku yang dipakai. Paling murah didapati harga Rp.50.000 untuk ukuran taplak meja kecil, sedangkan untuk selendang, syal, dan ikat kepala dapat dibanderol harga sekitar Rp. 100.000. Kain tenunan yang dikombinasikan dengan benang emas bisa bernilai sekitar Rp.1,5 jutaan hingga Rp.2,5 jutaan.
Hal yang paling sulit dari menenun kain ini adalah menentukan motifnya di awal, karena yang terlihat mata di alat tenunnya hanyalah benang, benang, dan benang, dan benang lagi tetapi ketika ditenun bisa menjadi kain bermotif dan berwarna-warni. Bukan hal yang gampang tentunya.
Sumber : pesonapulaulombok.com